Selasa, 22 Juli 2014

PANDANGAN SEMU



           Angin berhembus menyirat luka mendalam kepada kebahagiaan semu, lalu berhembus lagi dan berhenti akhiri alunan itu. Sunyi dalam kesendirian menampakanku pada suatu frasa yang tak tergambar dalam arti sebuah kesolidan, bukan bersama namun sama-sama arungi waktu. 

            Sosialis yang tidak sosial, itulah aku. Nampak aneh dalam bulan-bulanan gelar yang bukan sejatinya aku, berpura-pura sok ‘sosial’ namun hati ini seakan berontak keras, bukan ahli ku, bukan bidangku disana.

            “Kok diem aja?” Tanya berpeluh.

            “Engga, lagi puasa ngomong aja” jawabku melantur.

            Alisnya coba dinaikan lagu pergi.

            Apa itu teman?
            Pantaskah disebut sahabat?
            Atau orang tersayang?

            Datang atas dasar rayuan hati yang memberontaknya, hanya bercuap cuap berlandas kata tanya dan hilang. 

            Tertegun dalam seribu bayangan langkah nyata badannya, semampai tinggi dalam balutan pesona yang mendaging, sedang aku.

            Tidak ada yang pantas untuk dijadikan seorang teladan, rujukan dalam mencari sejatinya arti teman. Sosial penentu segalanya tuk dapati hasrat bersama-sama arungi setiap moment, tapi hanya sebatas jalan yang bak dipenuhi buaya, seakan aku terus takut masuk dalam keadaan itu.


            Aku pintar. Aku cukup kaya. Namun tak ada teman.


            Angin berhembus kembali, tapaki setiap lemak yang menjalar ke tubuhku menuju  lubang pasir orang tertinggal, tak ada yang menaungi hari sakral ku, hanya raga tak sempurna yang dibobroki lemak yang menggumpal yang naungi ketiadaan rasa pertemanan dalam gelapnya perjumpaan alam baru itu.


Fetty Asmara-Orang Tertinggal-Berbadan bongsor.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar