Minggu, 06 Juli 2014

Absurdnya Tingkah Manusia

        Senja mengulas senyum di lembayung kuningnya. Menambah metamorfosa keindahan kala itu, juga merusak kornea insan yang memandang. Semakin kuning di perapian langit cakrawala. Membentang indah di atas ku yang sedang terdiam kala itu.
            Ilmu yang dipelajari di dunia tidak bisa aku mengerti apa itu.  Hidupku kurang berarti bagi sebagian insan. Tumbuh, berkembang, menua, lalu mati. Bahkan banyak sejenis ku yang hidup di dunia lebih cepat dari masa seharusnya. Entah karena ulah pelik manusia atau tak sempurnanya reaksi sintesis.
            Masaku sedang tumbuh kini, mengarungi sepak terjang hidup dengan kekuatan berpijak. Menguatkan rambahan tanah. Tak pernah ada insan yang perdulikan aku selain gadis satu itu, polos dengan rasa peduli yang tinggi.
            Sepi, hening, kosong tak pernah aku temui kala malam tiba, semalam suntuk jalanan di hadapanku seakan ikut bicara muak terhadap apa yang mereka lakukan. Merusak. Hanya merusak ahlinya!
            “Heh broooo ayo kita minum lagi, sayang nih 1 botol lagi”
            “Ayooo bro, siapa takut...hahaha...hidup di dunia bahagia sekali...”
            Obrolan yang muak tuk aku dengar, manusia yang sepanjang jalan berbatas, berjalan tersengkol-sengkol dengan ramuan indah di matanya. Sayang, tak ada artinya diri ini, tak bisa mengingatkan, menasihati dan membawa jalan nya sedikit lebih lurus.
            “Party meeeeeeen, jep ajep ajep ajep ajep....”
            Mobil menderu cukup kencang di hadapanku malam itu juga, dibawa oleh manusia-manusia yang sama-sama merasakan dunianya bahagia padahal bukan jalan kebahagiaan sebenarnya, sayang rasanya untuk disia-siakan, sungguh hanya waktu yang akan menyimpan memoria buruknya masa lalu mereka.
            “Aaaaaaaaaa... tolong.....”
            “DIAM KAMU!!!”
            “Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa, jangan nodai aku! Mimpi burukkah aku!!!”
            “YAP, SELAMAT DATANG DI MIMPI BURUKMU”
            ----!@$@%#^#&$&*%(^()&_)&_*+*+)----
            “SELAMAT TINGGAL WANITA MURAHAN!”
            “Berengsek, Persetan kau! Manusia tak tahu malu....huhuhu”
            Tangisan itu pun sering aku dengar di tengah malam, manusia tanpa etika yang menjamahi seseorang seenaknya. Nafsu di fikiran mesumnya. Tanpa berpikir jauh, mengikuti nafsunya berkata. Si korban tak bisa bertindak, ya, karena lemah. Hanya tersungkur dan mengumpat sesekali berteriak saat adegan tak pantas itu aku lihat. Andai aku dapat halangi aksi busuk itu dengan ragaku, kutonjok keras sang manusia nafsu.
            “Kamu sayang aku kan?”
            “Iya sayang.. aku sayang banget sama kamu”
            “Bener?berarti mau aku apain aja ya?”
            “iya sayang, bebas deh buat kamu. Kan hidupku Cuma buat kamu seorang”
            *SENSOR*
            “Makasih ya sayang, aku sayang banget sama kamu...”
            Yang ini juga.. tak kalah ramai menghiasi malam penuh dosa. Sepasang remaja memadu kasih di sepoi-sepoi angin berhembus, menyeret pemuda-pemudi ini ke lubang yang sama, lubang penyesalan yang nantinya baru disadari. Adegan itu nyaris sempurna aku lihat dibawah gulita malam di seberang sana. Bibir yang saling berlabuh atas dasar cinta monyet. Muak aku melihat kenyataan yang sama kala malam tiba.
            “Sssssssssssssssssssssssssssssssssss”
            “Aaaah..nikmat!”
            Wajah tanpa dosanya ingin aku cakar dengan raga ini, sayangnya ragaku mati tidak hidup seperti halnya mereka. Bebauan air seni membeceki tanah dimana aku berpijak dan aku hanya bisa terus mengamuk pada nya lewat nurani kecilku, berharap pula agar etika buang air seni nya dapat berubah, tidak dimana saja layaknya hewan!
            “Dunia penuh dosa” Kuakhiri menceritakan kejadian malam penuh dosa yang kusaksikan jelas ini diantara dinginnya malam yang menggerogoti relung jiwaku.
            Berkembaglah aku saat pagi cerah tiba, mentarinya menyilaukan cahaya pagi seraya sedikit demi sedikit meninggi menjadi panas yang sangat berarti. Membuat makin sempurna reaksi itu untuk keberlangsungan hidupku, dengan bantuan hidrogen, oksigen dan zat amilum tentunya.
            Aku seakan bangun dari mimpi buruk malam-malam yang penuh dosa, padahal benar-benar sebuah kenyataan tiap malam terjadi, berevolusi makin buruk saja tingkah manusia malam, penuh ironi dan pandangan hina di mataku.
            “Halo temanku... selamat pagi ya! Semoga kamu segar pagi ini...” sambil disiramnya aku dengan penuh kepedulian tinggi, si nona yang begitu baik merawatku.
            Aku hanya manggut-manggut sesekali membuatnya geli dengan menggugurkan helaian hijauku yang penuh manfaat.
            Nona namanya, anak tunggal di keluarga yang senantiasa merawatku di rumah indahnya. Nona beruntung, ayahnya TNI dan ibunya pegawai bank, begitu beruntung jika orang melihatnya dari kehidupan duniawai. Tapi nuraninya selalu berkata tidak. Tidak beruntungnya dia karena setiap harinya ditemani ocehan ayah dan ibunya, berselisih tanpa sebab dan arah jelas.
            Saat nuraninya luruh tanpa dekapan ayah ibunya, ia hanya mencurahkan semuanya padaku, menangislah dia lalu memeluk raga ku yang cukup lebar dan berkerut-kerut karena sedikit demi sedikit sudah menuanya aku.
            “Tuhan mengapa orang baik sepertinya diuji dengan ujian berat seperti itu, sedangkan orang yang berlaku buruk di dunia seakan bahagia menjalani hidup, mengapa tidak adil Tuhan!” pengaduanku pada sang kuasa.
            Waktu malam tiba lagi, aksi-aksi manusia berlumur dosa kan ku jelas lihat lagi. Tanpa ada surau-surau penanda revolusi malam kan hidup perbaiki alur cerita ini. Penyaksian ku terhadap kehidupan manusia berdosa kan makin banyak tersimpan di memoria pikiran ini.
            Kendaraan beroda empat itu dari kejauhan seperti pembalap, cepat, sangat cepat. Seakan kehilangan kendali di standar melaju 40 km/jam. Wajahnya terlihat begitu panik mengatasi mobilnya di arena di jalanan sebelah timur.
            Derap langkah bocah itu menemani cepatnya mobil itu melaju, titik titik air matanya semakin mengenyuhkan hatiku saat...
*Debuuuuuuuugggggggg*
            Mobil berwarna abu perak menabrak bocah malang itu, bocah yang menyisakan air mata kesedihan di ujung irama detak jantungnya berdetak. Entah bagaimana, setelah mobil menabrak, laju cepatnya dapat berhenti seketika. Sang pengendara berucap syukur dan sekaligus panik melihat korban yang ditabraknya.
            “Mati! Dia mati, tidak terasa urat nadinya. GAWAAAT!” Sang pelaju itu semakin panik dan mengambil jalan terbaik.
            “Aku harus lari, secepat mungkin!” dibawanya mobil itu untuk lari dari kesalahannya yang begitu besar. Memang tidak ada yang pantas disalahkan, namun setidaknya ia harus bertanggung jawab. Dia sama saja, seperti halnya manusia di malam lain, berdosa.. lagi lagi berdosa.
            Setelah kejadian tabrak lari itu, aku yang jadi saksi bisu menangis sejadi-jadinya, ternyata korban tabrak lari itu satu-satunya insan yang sangat baik padaku. “Nona... Maafkan aku, aku hanya pecundang.”
            Terakhir kali dia mencurahkan isi hatinya padaku mengenai kata ‘PERPISAHAN’ yang akan berlangsung, orang tuanya akan cerai. Mungkin dia tidak ingin melihat kenyataan hampa hidupnya itu, jadi dia memutuskan untuk pergi dari rumah, tapi berbeda kejadiannya, tambah menderita nya lagi lah dirinya, jadi korban tabrak lari.
            “Nonaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!! Jangan tinggalkan kami nak, kami akan memperbaiki hubungan ini tapi kamu harus bangun lagi nak...”
            “Ayah akan bersatu lagi dengan ibu nak”
            “Maafkan kami...”
            Ayah ibu Nona histeris melihat anaknya berlumuran darah merah begitu banyak, mereka hanya bisa menyesal akan hidup anaknya yang telah kian lama berbuat baik padaku.
            “Semoga dia masuk syurga” ucapku mengakhiri cerita tabrak lari itu.
            Penyesalan..Barulah kan tiba di akhir, Ironi jika diketahui manusia lain dan absurd sekali rasanya tingkah manusia.
            “Grek..Grek..Grek...”
            Beberapa hari setelah kejadian tabrak lari malam itu, aku dihempaskan dalam beberapa detik oleh suatu mesin penghancur oleh ulah yang sama, ayah dan ibu Nona. Aku tau mereka tidak ikhlas hidupnya aku di halaman mereka, ini berkat kemauan nona yang besar merawat sebuah flora, dan terbukti selama hidupnya ia merawatku dengan baik dan setia.
            Matilah aku dalam masa yang sempurna ...tumbuh-berkembang-menua-mati, begitu sempurna hidupku. Bisa menyaksikan banyak tingkah absurd manusia yang tak punya etika, hati dan rasa, semua dibuai nafsu belaka. Hanya guguran daunku yang terhempas, yang bisa jadi saksi tuk kisahkan semua cerita manusia penuh dosa.

Ini hanya jejak kisahku...
Kisah yang terhempas
Terhempas mesin penghancur
Oleh manusia perusak

Ini hanya jejak kisahku...
Yang kan jadi saksi
Saksi bisu yang dapat bicara
Di akhirat nanti

Wahai Manusia...
Lakukan hal yang berguna
Ilmu bukan segalannya
Tapi etika yang utama

Wahai Manusia...
Ubahlah perilaku buruk kalian
Tinggalkan absurd nya tingkah kalian
Befikirlah sebelum bertindak

-POHON JATI YANG TLAH TERHEMPAS-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar