Selasa, 22 Juli 2014

Politik Itu...

Pengertian politik selalu dikonotasikan negatif oleh sejumlah pihak terutama oleh orang awam, hal ini dikarenakan mereka tidak mengerti kaedah yang sebenarnya tentang apa arti politik itu. Salah satu sebab, mungkin karena mereka sering melihat berbagai kegiatan politik yang kejam dan kotor melalui berbagai tayangan televisi, atau juga dari berbagai pemberitaan di sejumlah koran. Sebenarnya, itu bukan karena politiknya yang kotor atau kejam, tetapi itu karena penyalahgunaan kekuasaan politik dari para pelaku politiknya sendiri.


  • Sejarah Asal Kata Politik
Sebelum kita menuju pembahasan yang lain, mari kita pelajari terlebih dahulu sejarah tentang asal kata dari Politik tersebut. Politik itu dalam bahasa Belanda yaitu “politiek” dan dalam bahasa Inggris yaitu “politics”. Sedangkan, dalam aturan hukum yang dipakai di Perancis, kata politik berasal dari aturan hukum mesir, yang artinya adalah الأهم فالأهم yaitu memprioritaskan suatu hal yang lebih berprioritas.
Dan Aristoteles (384-322 SM) dapat dianggap sebagai orang pertama yang memperkenalkan kata politik, yaitu melalui pengamatannya tentang manusia yang ia sebut Zoon Politikon. Kemudian arti itu berkembang menjadi “Polites” yang berarti warganegara, “Politeia” yang berarti semua yang berhubungan dengan negara, “Politika” yang berarti pemerintahan negara, dan “Politikos” yang berarti kewarganegaraan.
Dengan istilah itu, Aristoteles ingin menjelaskan bahwa hakikat kehidupan sosial adalah politik dan interaksi antara dua orang atau lebih yang melibatkan hubungan politik. Aristoteles berkesimpulan bahwa usaha memaksimalkan kemampuan individu dan mencapai bentuk kehidupan sosial yang tinggi adalah melalui interaksi politik dengan orang lain. Interaksi itu terjadi di dalam suatu kelembagaan yang dirancang untuk memecahkan konflik sosial dan membentuk tujuan negara.
Aristoteles juga melihat politik sebagai kecenderungan alami dan tidak dapat dihindari manusia, seperti misalnya: ketika ia mencoba untuk menentukan posisinya dalam masyarakat, ketika ia berusaha meraih kesejahteraan pribadi, dan ketika ia berupaya mempengaruhi orang lain agar mereka menerima pandangannya.
Pada umumnya, dapat dikatakan bahwa politik (politics) adalah: bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (atau negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem dan melaksanakan tujuan itu, pengambilan keputusan (decision making) mengenai apakah yang menjadi tujuan dari sistem politik itu menyangkut seleksi terhadap beberapa alternatif dan penyusunan skala prioritas dari tujuan-tujuan yang telah dipilih. Sedangkan, untuk melaksanakan tujuan-tujuan itu perlu ditentukan kebijakan-kebijakan umum (public policies) yang menyangkut pengaturan dan pembagian (distribution) atau alokasi (allocation) dari sumber-sumber (resources) yang ada.
Untuk bisa berperan aktif melaksanakan semua kebijakan itu, perlu memiliki kekuasaan (power) dan kewenangan (authority) yang akan digunakan untuk membina kerjasama maupun untuk menyelesaikan konflik yang mungkin timbul dalam proses itu. Cara-cara yang digunakan dapat bersifat meyakinkan (persuasive) dan jika perlu bersifat paksaan (coercion), karena tanpa unsur paksaan, kebijakan itu hanya merupakan perumusan keinginan (statement of intent) belaka.

  • Tokoh-Tokoh Politik
Adapun tokoh tokoh pemikir ilmu politik dari kalangan teori klasik, modern maupun kontempoter dari berbagai mancanegara antara lain adalah: Aristoteles, Adam Smith, Cicero,  Friedrich Engels, Immanuel Kant, John Locke, Karl Marx, Lenin, Martin Luther, Max Weber, Nicolo Machiavelli, Rousseau, Samuel P Huntington, Thomas Hobbes, Antonio Gramsci, Harold Crouch, Douglas E Ramage.


  • Sejarah Politik di Indonesia
Adapun perkembangan dimensi politik di Indonesia, seperti tidak pernah ada matinya. Dimulai dari jaman kerajaan Kutai hingga periode reformasi, semuanya mempunyai dimensi politik yang saling berkaitan satu dengan yang lain. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana proses pergantian pemimpin baik pada masa kerajaan Hindhu-Budha maupun Islam hingga era reformasi. Berbagai contoh antara lain seperti: Perebutan kekuasaan antara Syailendra dan Sanjaya di kerajaan Mataram Kuno, kudeta Ken Arok terhadap Tunggul Ametung sehingga dari sinilah muncul dinasti Rajasa pendiri kerajaan Singosari, kudeta Raden Wijaya terhadap Jaya Katwang yang kemudian memunculkan Majapahit, serangan Raden Patah terhadap Bre Kertabumi (Majapahit) yang memunculkan kerajaan Demak, tragedi seputar Gerakan G30S yang melengserkan Soekarno dan menasbihkan Soeharto sebagai Presiden ke-2 RI, hingga demonstrasi berdarah pada tahun 1998 yang mampu menggulingkan rezim Soeharto hingga diganti dengan orde reformasi.

  • SISTEM POLITIK

Di bawah ini, ada beberapa macam sistem politik yaitu:
1.      Komunisme
2.      Fasisme
3.      Liberalisme
4.      Demokrasi
5.      Diktator
Dan sistem politik itu terdiri atas dua kata yaitu sistem dan politik. Sistem adalah suatu kesatuan yang terbentuk dari beberapa unsur dan elemen. Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat, yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan khususnya dalam negara. Jadi, sistem politik adalah suatu tata cara untuk mengatur negara, dan Indonesia menggunakan sistem politik Demokrasi Pancasila yang berdasarkan pada UUD 1945.
Sedangkan yang dimaksud dengan Suprastruktur politik adalah lembaga-lembaga politik yang dibentuk oleh negara untuk menjalankan fungsi-fungsi kenegaraan termasuk fungsi legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Lembaga-lembaga tersebut di Indonesia diatur dalam UUD 1945 yakni MPR, DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, Badan Pemeriksa Keuangan, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial. Lembaga-lembaga ini yang akan membuat keputusan-keputusan yang berkaitan dengan kepentingan umum.
Lain halnya, dengan badan dan lembaga-lembaga politik yang ada dalam masyarakat, yang dibentuk dan bergerak di masyarakat seperti: partai politik, organisasi kemasyarakatan (ormas), media massa, kelompok kepentingan (Interest Group), kelompok Penekan (Presure Group), alat/media komunikasi politik, tokoh politik (Political Figure), dan pranata politik lainnya itu adalah merupakan Infrastruktur politik. Melalui badan-badan inilah, masyarakat dapat menyalurkan aspirasi, tuntutan dan dukungan sebagai input dalam proses pembuatan keputusan. Dengan adanya partisipasi dari masyarakat, diharapkan keputusan yang dibuat pemerintah itu sesuai dengan aspirasi dan kehendak rakyat.
Dan dalam penyusunan keputusan-keputusan dari semua kebijaksanaan, diperlukan adanya kekuatan yang seimbang, dan terjalinnya kerjasama yang baik antara Suprastruktur politik dan Infrastruktur politik, sehingga memudahkan terwujudnya cita-cita dan tujuan dari masyarakat atau negara.


  • Hal-Hal yang Berkaitan Dengan Politik
Di bawah ini ada hal-hal yang selalu berkaitan dan sering dibicarakan dalam dunia politik yaitu:
1.      Negara (Organisasi dalam suatu wilayah yang memiliki kekuasaan tertinggi yang ditaati oleh rakyatnya).
2.      Kekuasaan (Kemampuan seseorang atau kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginannya).
3.      Pengambilan keputusan politik  (Pengambilan keputusan melalui sarana umum, keputusan yang diambil menyangkut sektor publik dari suatu negara).
4.      Kebijakan umum (Kumpulan keputusan yang diambil oleh seseorang atau kelompok politik dalam memilih tujuan dan cara mencapai).
5.      Distribusi (Pembagian dan pengalokasian nilai-nilai (values) dalam masyarakat. Nilai adalah suatu yang diinginkan dan penting, dan nilai harus dibagi secara adil).
Menurut Harold Laswell, ada 8 nilai yang selalu dikejar dalam dunia politik yaitu ;
1.      Kekuasaan
2.      Pendidikan
3.      Kekayaan
4.      Kesehatan
5.      Keterampilan
6.      Kasih sayang
7.      Kejujuran/keadilan
8.      Keseganan

Benarkah politik itu kotor?

Romo Magnis pernah menyatakan, politik itu sebenarnya tidak kotor. Politik adalah konsensus (kesepatakan) bermartabat yang dibentuk untuk mengatur masyarakat dengan suatu cara tertentu demi mencapai kebaikan bagi sebanyak-banyaknya orang. Dengan begitu, politik adalah sebuah institusi kebudayaan yang sejatinya bersih dan mulia.

Jadi, tidak mengherankan kalau first lady Michelle Obama menjelaskan tentang Presiden Barack Obama seperti ini: “Barack adalah seorang aktivis masyarakat yang sedang mengeksplorasi kemungkinan-kemungkinan yang dimiliki oleh politik untuk membuat perubahan ke arah yang lebih baik”. Dengan kata lain, politik adalah sarana potensial untuk mengubah masyarakat (baca: sesuatu yang memberikan pengharapan akan keadaan yang lebih baik).

Namun, sebagian besar dari kita di Indonesia menganggap politik tidak sebersih dan semulia itu. Politik itu kotor! Dan, alih-alih menumbuhkan harapan, politik di Indonesia justru membunuh harapan. Setelah Orde Baru tumbang, misalnya, kita berharap politik di “Era” Reformasi bisa mewujudkan lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif yang lebih baik dan, terutama, tidak KKN (korupsi, kolusi, nepotisme). Ternyata KKN justru semakin subur di “Era” Reformasi. Masih mau contoh? Sudah terlalu banyak contoh korupsi di “Era” ini. Kolusi? Nepotisme? Lah, para politisi kita mana ngerti konsep meritokrasi rasional. Nyatanya, orang-orang yang lebih suka dugem, makek atau nyelingkuhi artis pun bisa jadi fungsionaris partai dan anggota dewan atau pejabat publik lantaran merupakan anaknya tokoh ini atau sepupunya tokoh itu atau mantunya pejabat tinggi embuh. Sudah gitu mereka-mereka ini masih juga sok moralis.

Anggapan bahwa politik itu kotor, di Indonesia, memang tidak bisa dihindari. Sebabnya: tingkah polah para politisi (bukan politikus, lho) yang memang sudah melebih taraf naudzubillah. Masih mau contoh?

Contoh yang masih anget: kursi bikinan luar negeri dan aslinya cuma bernilai 4 jutaan tapi harga akhirnya njebluk jadi 20 jutaan karena ditambah ongkir dan setelah terpasang di Senayan akhirnya cuma jadi tempat tidur para anggota dewan yang sungguh-sungguh amat tidak terhormat. Kata Mas DV, itu kursi buat menyegarkan otak para anggota dewan yang sungguh-sungguh tidak terhormat – karena otak mereka ada di pantat. (May God burn their dirty ass in a million hells!)

Di Indonesia, politik bukan lagi institusi kebudayaan yang bersih dan mulia, tetapi telah menjadi alat pembusukan. Kalau cakra manggilingan memang benar, mudah-mudahan politik di “Era” Reformasi ini adalah titik terbawah roda peradaban itu sehingga politik bisa kembali kepada khittahnya dan membawakan perubahan ke arah yang lebih baik.

 Politik itu selalu berkaitan dengan kepentingan Negara pada sejatinya definisi politik namun banyak pula yang menyalahgunakan, misalnya kasus politik uang yang selalu kita lihat gamblang di negeri ini. Misalnya yg masih hangat-hangat nya oleh pemilu 9 juli yang banyak mengenai kasus politik uang.








SEMOGA KITA SEBAGAI GENERASI PENERUS BISA MERUBAH SEGALA BENTUK PANDANGAN POLITIK DI MASA DEPAN. AAMIIN.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar