Pengertian politik selalu dikonotasikan negatif oleh sejumlah pihak
terutama oleh orang awam, hal ini dikarenakan mereka tidak mengerti
kaedah yang sebenarnya tentang apa arti politik itu. Salah satu sebab,
mungkin karena mereka sering melihat berbagai kegiatan politik yang
kejam dan kotor melalui berbagai tayangan televisi, atau juga dari
berbagai pemberitaan di sejumlah koran. Sebenarnya, itu bukan karena
politiknya yang kotor atau kejam, tetapi itu karena penyalahgunaan
kekuasaan politik dari para pelaku politiknya sendiri.
- Sejarah Asal Kata Politik
Sebelum kita menuju pembahasan yang lain, mari kita pelajari terlebih
dahulu sejarah tentang asal kata dari Politik tersebut. Politik itu
dalam bahasa Belanda yaitu “politiek” dan dalam bahasa Inggris yaitu
“politics”. Sedangkan, dalam aturan hukum yang dipakai di Perancis, kata
politik berasal dari aturan hukum mesir, yang artinya adalah الأهم
فالأهم yaitu memprioritaskan suatu hal yang lebih berprioritas.
Dan Aristoteles (384-322 SM) dapat dianggap sebagai orang pertama yang memperkenalkan kata politik, yaitu melalui pengamatannya tentang manusia yang ia sebut Zoon Politikon. Kemudian arti itu berkembang menjadi “Polites” yang berarti warganegara, “Politeia” yang berarti semua yang berhubungan dengan negara, “Politika” yang berarti pemerintahan negara, dan “Politikos” yang berarti kewarganegaraan.
Dengan istilah itu, Aristoteles ingin menjelaskan bahwa hakikat kehidupan sosial adalah politik dan interaksi antara dua orang atau lebih yang melibatkan hubungan politik. Aristoteles berkesimpulan bahwa usaha memaksimalkan kemampuan individu dan mencapai bentuk kehidupan sosial yang tinggi adalah melalui interaksi politik dengan orang lain. Interaksi itu terjadi di dalam suatu kelembagaan yang dirancang untuk memecahkan konflik sosial dan membentuk tujuan negara.
Aristoteles juga melihat politik sebagai kecenderungan alami dan tidak dapat dihindari manusia, seperti misalnya: ketika ia mencoba untuk menentukan posisinya dalam masyarakat, ketika ia berusaha meraih kesejahteraan pribadi, dan ketika ia berupaya mempengaruhi orang lain agar mereka menerima pandangannya.
Pada umumnya, dapat dikatakan bahwa politik (politics) adalah: bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (atau negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem dan melaksanakan tujuan itu, pengambilan keputusan (decision making) mengenai apakah yang menjadi tujuan dari sistem politik itu menyangkut seleksi terhadap beberapa alternatif dan penyusunan skala prioritas dari tujuan-tujuan yang telah dipilih. Sedangkan, untuk melaksanakan tujuan-tujuan itu perlu ditentukan kebijakan-kebijakan umum (public policies) yang menyangkut pengaturan dan pembagian (distribution) atau alokasi (allocation) dari sumber-sumber (resources) yang ada.
Untuk bisa berperan aktif melaksanakan semua kebijakan itu, perlu memiliki kekuasaan (power) dan kewenangan (authority) yang akan digunakan untuk membina kerjasama maupun untuk menyelesaikan konflik yang mungkin timbul dalam proses itu. Cara-cara yang digunakan dapat bersifat meyakinkan (persuasive) dan jika perlu bersifat paksaan (coercion), karena tanpa unsur paksaan, kebijakan itu hanya merupakan perumusan keinginan (statement of intent) belaka.
Dan Aristoteles (384-322 SM) dapat dianggap sebagai orang pertama yang memperkenalkan kata politik, yaitu melalui pengamatannya tentang manusia yang ia sebut Zoon Politikon. Kemudian arti itu berkembang menjadi “Polites” yang berarti warganegara, “Politeia” yang berarti semua yang berhubungan dengan negara, “Politika” yang berarti pemerintahan negara, dan “Politikos” yang berarti kewarganegaraan.
Dengan istilah itu, Aristoteles ingin menjelaskan bahwa hakikat kehidupan sosial adalah politik dan interaksi antara dua orang atau lebih yang melibatkan hubungan politik. Aristoteles berkesimpulan bahwa usaha memaksimalkan kemampuan individu dan mencapai bentuk kehidupan sosial yang tinggi adalah melalui interaksi politik dengan orang lain. Interaksi itu terjadi di dalam suatu kelembagaan yang dirancang untuk memecahkan konflik sosial dan membentuk tujuan negara.
Aristoteles juga melihat politik sebagai kecenderungan alami dan tidak dapat dihindari manusia, seperti misalnya: ketika ia mencoba untuk menentukan posisinya dalam masyarakat, ketika ia berusaha meraih kesejahteraan pribadi, dan ketika ia berupaya mempengaruhi orang lain agar mereka menerima pandangannya.
Pada umumnya, dapat dikatakan bahwa politik (politics) adalah: bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (atau negara) yang menyangkut proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem dan melaksanakan tujuan itu, pengambilan keputusan (decision making) mengenai apakah yang menjadi tujuan dari sistem politik itu menyangkut seleksi terhadap beberapa alternatif dan penyusunan skala prioritas dari tujuan-tujuan yang telah dipilih. Sedangkan, untuk melaksanakan tujuan-tujuan itu perlu ditentukan kebijakan-kebijakan umum (public policies) yang menyangkut pengaturan dan pembagian (distribution) atau alokasi (allocation) dari sumber-sumber (resources) yang ada.
Untuk bisa berperan aktif melaksanakan semua kebijakan itu, perlu memiliki kekuasaan (power) dan kewenangan (authority) yang akan digunakan untuk membina kerjasama maupun untuk menyelesaikan konflik yang mungkin timbul dalam proses itu. Cara-cara yang digunakan dapat bersifat meyakinkan (persuasive) dan jika perlu bersifat paksaan (coercion), karena tanpa unsur paksaan, kebijakan itu hanya merupakan perumusan keinginan (statement of intent) belaka.
- Tokoh-Tokoh Politik
Adapun tokoh tokoh pemikir ilmu politik dari kalangan teori klasik,
modern maupun kontempoter dari berbagai mancanegara antara lain adalah:
Aristoteles, Adam Smith, Cicero, Friedrich Engels, Immanuel Kant, John
Locke, Karl Marx, Lenin, Martin Luther, Max Weber, Nicolo Machiavelli,
Rousseau, Samuel P Huntington, Thomas Hobbes, Antonio Gramsci, Harold
Crouch, Douglas E Ramage.
- Sejarah Politik di Indonesia
Adapun perkembangan dimensi politik di Indonesia, seperti tidak pernah
ada matinya. Dimulai dari jaman kerajaan Kutai hingga periode reformasi,
semuanya mempunyai dimensi politik yang saling berkaitan satu dengan
yang lain. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana proses pergantian
pemimpin baik pada masa kerajaan Hindhu-Budha maupun Islam hingga era
reformasi. Berbagai contoh antara lain seperti: Perebutan kekuasaan
antara Syailendra dan Sanjaya di kerajaan Mataram Kuno, kudeta Ken Arok
terhadap Tunggul Ametung sehingga dari sinilah muncul dinasti Rajasa
pendiri kerajaan Singosari, kudeta Raden Wijaya terhadap Jaya Katwang
yang kemudian memunculkan Majapahit, serangan Raden Patah terhadap Bre
Kertabumi (Majapahit) yang memunculkan kerajaan Demak, tragedi seputar
Gerakan G30S yang melengserkan Soekarno dan menasbihkan Soeharto sebagai
Presiden ke-2 RI, hingga demonstrasi berdarah pada tahun 1998 yang
mampu menggulingkan rezim Soeharto hingga diganti dengan orde reformasi.
- SISTEM POLITIK
Di bawah ini, ada beberapa macam sistem politik yaitu:
1. Komunisme
2. Fasisme
3. Liberalisme
4. Demokrasi
5. Diktator
Dan sistem politik itu terdiri atas dua kata yaitu sistem dan politik. Sistem adalah suatu kesatuan yang terbentuk dari beberapa unsur dan elemen. Politik adalah proses pembentukan dan pembagian kekuasaan dalam masyarakat, yang antara lain berwujud proses pembuatan keputusan khususnya dalam negara. Jadi, sistem politik adalah suatu tata cara untuk mengatur negara, dan Indonesia menggunakan sistem politik Demokrasi Pancasila yang berdasarkan pada UUD 1945.
Sedangkan yang dimaksud dengan Suprastruktur politik adalah lembaga-lembaga politik yang dibentuk oleh negara untuk menjalankan fungsi-fungsi kenegaraan termasuk fungsi legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Lembaga-lembaga tersebut di Indonesia diatur dalam UUD 1945 yakni MPR, DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, Badan Pemeriksa Keuangan, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial. Lembaga-lembaga ini yang akan membuat keputusan-keputusan yang berkaitan dengan kepentingan umum.
Lain halnya, dengan badan dan lembaga-lembaga politik yang ada dalam masyarakat, yang dibentuk dan bergerak di masyarakat seperti: partai politik, organisasi kemasyarakatan (ormas), media massa, kelompok kepentingan (Interest Group), kelompok Penekan (Presure Group), alat/media komunikasi politik, tokoh politik (Political Figure), dan pranata politik lainnya itu adalah merupakan Infrastruktur politik. Melalui badan-badan inilah, masyarakat dapat menyalurkan aspirasi, tuntutan dan dukungan sebagai input dalam proses pembuatan keputusan. Dengan adanya partisipasi dari masyarakat, diharapkan keputusan yang dibuat pemerintah itu sesuai dengan aspirasi dan kehendak rakyat.
Dan dalam penyusunan keputusan-keputusan dari semua kebijaksanaan, diperlukan adanya kekuatan yang seimbang, dan terjalinnya kerjasama yang baik antara Suprastruktur politik dan Infrastruktur politik, sehingga memudahkan terwujudnya cita-cita dan tujuan dari masyarakat atau negara.
- Hal-Hal yang Berkaitan Dengan Politik
Di bawah ini ada hal-hal yang selalu berkaitan dan sering dibicarakan dalam dunia politik yaitu:
1. Negara (Organisasi dalam suatu wilayah yang memiliki kekuasaan tertinggi yang ditaati oleh rakyatnya).
2. Kekuasaan (Kemampuan seseorang atau kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginannya).
3. Pengambilan keputusan politik (Pengambilan keputusan melalui sarana umum, keputusan yang diambil menyangkut sektor publik dari suatu negara).
4. Kebijakan umum (Kumpulan keputusan yang diambil oleh seseorang atau kelompok politik dalam memilih tujuan dan cara mencapai).
5. Distribusi (Pembagian dan pengalokasian nilai-nilai (values) dalam masyarakat. Nilai adalah suatu yang diinginkan dan penting, dan nilai harus dibagi secara adil).
Menurut Harold Laswell, ada 8 nilai yang selalu dikejar dalam dunia politik yaitu ;
1. Kekuasaan
2. Pendidikan
3. Kekayaan
4. Kesehatan
5. Keterampilan
6. Kasih sayang
7. Kejujuran/keadilan
8. Keseganan
1. Negara (Organisasi dalam suatu wilayah yang memiliki kekuasaan tertinggi yang ditaati oleh rakyatnya).
2. Kekuasaan (Kemampuan seseorang atau kelompok untuk mempengaruhi tingkah laku orang atau kelompok lain sesuai dengan keinginannya).
3. Pengambilan keputusan politik (Pengambilan keputusan melalui sarana umum, keputusan yang diambil menyangkut sektor publik dari suatu negara).
4. Kebijakan umum (Kumpulan keputusan yang diambil oleh seseorang atau kelompok politik dalam memilih tujuan dan cara mencapai).
5. Distribusi (Pembagian dan pengalokasian nilai-nilai (values) dalam masyarakat. Nilai adalah suatu yang diinginkan dan penting, dan nilai harus dibagi secara adil).
Menurut Harold Laswell, ada 8 nilai yang selalu dikejar dalam dunia politik yaitu ;
1. Kekuasaan
2. Pendidikan
3. Kekayaan
4. Kesehatan
5. Keterampilan
6. Kasih sayang
7. Kejujuran/keadilan
8. Keseganan
Benarkah politik itu kotor?
Romo Magnis pernah menyatakan, politik itu sebenarnya tidak kotor.
Politik adalah konsensus (kesepatakan) bermartabat yang dibentuk untuk mengatur
masyarakat dengan suatu cara tertentu demi mencapai kebaikan bagi
sebanyak-banyaknya orang. Dengan begitu, politik adalah sebuah institusi
kebudayaan yang sejatinya bersih dan mulia.
Jadi, tidak mengherankan kalau first lady Michelle Obama menjelaskan tentang Presiden Barack Obama seperti ini: “Barack
adalah seorang aktivis masyarakat yang sedang mengeksplorasi
kemungkinan-kemungkinan yang dimiliki oleh politik untuk membuat
perubahan ke arah yang lebih baik”. Dengan kata lain, politik adalah sarana potensial untuk mengubah masyarakat (baca: sesuatu yang memberikan pengharapan akan keadaan yang lebih baik).
Namun,
sebagian besar dari kita di Indonesia menganggap politik tidak sebersih
dan semulia itu. Politik itu kotor! Dan, alih-alih menumbuhkan harapan,
politik di Indonesia justru membunuh harapan. Setelah Orde Baru
tumbang, misalnya, kita berharap politik di “Era” Reformasi bisa
mewujudkan lembaga legislatif, eksekutif dan yudikatif yang lebih baik
dan, terutama, tidak KKN (korupsi, kolusi, nepotisme). Ternyata KKN
justru semakin subur di “Era” Reformasi. Masih mau contoh? Sudah terlalu
banyak contoh korupsi di “Era” ini. Kolusi? Nepotisme? Lah, para
politisi kita mana ngerti konsep meritokrasi rasional. Nyatanya,
orang-orang yang lebih suka dugem, makek atau nyelingkuhi artis pun bisa
jadi fungsionaris partai dan anggota dewan atau pejabat publik lantaran
merupakan anaknya tokoh ini atau sepupunya tokoh itu atau mantunya
pejabat tinggi embuh. Sudah gitu mereka-mereka ini masih juga sok
moralis.
Anggapan bahwa politik itu kotor, di Indonesia, memang
tidak bisa dihindari. Sebabnya: tingkah polah para politisi (bukan
politikus, lho) yang memang sudah melebih taraf naudzubillah. Masih mau
contoh?
Contoh yang masih anget: kursi bikinan luar negeri dan
aslinya cuma bernilai 4 jutaan tapi harga akhirnya njebluk jadi 20
jutaan karena ditambah ongkir dan setelah terpasang di Senayan akhirnya
cuma jadi tempat tidur para anggota dewan yang sungguh-sungguh amat
tidak terhormat. Kata Mas DV, itu kursi buat menyegarkan otak para anggota dewan yang sungguh-sungguh tidak terhormat – karena otak mereka ada di pantat. (May God burn their dirty ass in a million hells!)
Di
Indonesia, politik bukan lagi institusi kebudayaan yang bersih dan
mulia, tetapi telah menjadi alat pembusukan. Kalau cakra manggilingan
memang benar, mudah-mudahan politik di “Era” Reformasi ini adalah titik
terbawah roda peradaban itu sehingga politik bisa kembali kepada
khittahnya dan membawakan perubahan ke arah yang lebih baik.
Politik itu selalu berkaitan dengan kepentingan Negara pada sejatinya definisi politik namun banyak pula yang menyalahgunakan, misalnya kasus politik uang yang selalu kita lihat gamblang di negeri ini. Misalnya yg masih hangat-hangat nya oleh pemilu 9 juli yang banyak mengenai kasus politik uang.
SEMOGA KITA SEBAGAI GENERASI PENERUS BISA MERUBAH SEGALA BENTUK PANDANGAN POLITIK DI MASA DEPAN. AAMIIN.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar