1. PENEGAKAN SUPREMASI HUKUM
Salah satu agenda yang diusung oleh gerakan reformasi yang dimotori oleh mahasiswa adalah tuntutan adanya penegakan supremasi hukum.Pada
masa orde baru hukum hanya menjadi instrumen bagi penguasa untuk
melanggengkan dan melegitimasi kekuasaan serta melindungi birokrasi dan
eksekutif yang sangat korup. Ketika itu lembaga-lembaga penegak hukum
telah dikebiri dan sepenuhnya dibawah kontrol kekuasaan eksekutif
sehingga mereka tidak memiliki kemerdekaan dan independensi, serta tak
lepas dari intervensi elit penguasa.
Secara umum belum terlihat adanya perubahan yang cukup signifikan ke arah penegakan supremasi hukum.
Secara umum belum terlihat adanya perubahan yang cukup signifikan ke arah penegakan supremasi hukum.
Pelaku KKN masih banyak yang tidak dapat dijerat hukum sehingga
menimbulkan rasa ketidakadilan. Fungsi prevensi umum (deterence) dan
prevensi khusus melalui penerapan kebijakan penal (sanksi pidana)
menjadi nihil, bahkan perilaku KKN ditengara makin meningkat. Jika di
masa Orde Baru perilaku KKN hanya merupakan bentuk “perselingkuhan”
antara Eksekutif dan Judikatif, kini tengah berkembang menjadi bentuk
“cinta segi tiga” antara Eksekutif, Judikatif dan Legislatif.
Kondisi itu sangat mungkin karena reformasi hukum yang telah
dilakukan selama ini agaknya masih terbatas pada reformasi di bidang
substansi hukum yaitu dengan hanya memperbaharui berbagai UU baru. Pada
hal pembentukan UU baru tidak serta merta akan menciptakan penegakan
hukum yang baik. Undang-undang yang baik belum tentu menjelma dalam
bentuk penegakan hukum yang baik tanpa ada penegak/pelaksana hukum yang
baik. Menurut Blumberg (1970 : 5) , the rule of law is not executing. It
is tralated in to reality by man in institution. Dan pembuatan
peraturan perundangan tidak otomatis menciptakan kepastian hukum kecuali
hanya kepastian undang-undang !
Harus diingat bahwa bekerjanya sistem hukum (penegakan hukum) tidak
dapat lepas dari tiga komponen yaitu komponen substansi, komponen
struktur, dan komponen kultur (Friedman, 1968 : 1003-1004). Dua komponen
terakhir ini yang tampaknya masih belum banyak direformasi sehingga
penegakan supremasi hukum masih mengecewakan.
Secara teoritis, supremasi hukum menuntut adanya unsur-unsur yang
mencakup : a) pendekatan sistemik, menjauhi hal-hal yang bersifat ad hoc
(fragmentaris); b) mengutamakan kebenaran dan keadilan; c) senantiasa
melakukan promosi dan perlindungan HAM; d) menjaga keseimbangan
moralitas institusional, moralitas sosial dan moralitas sipil; e) hukum
tidak mengabdi pada kekuasaan politik; f) kepemimpinan nasional di semua
lini yang mempunyai komitmen kuat terhadap supremasi hukum; g)
kesadaran hukum yang terpadu antara kesadaran hukum penguasa yang
bersifat top down dan perasaan hukum masyarakat yang bersifat bottom up;
h) proses pembuatan peraturan perundang-undangan (law making process),
proses penegakan hukum (law enforcement) dan proses pembudayaan hukum
(legal awareness process) yang aspiratif baik dalam kaitannya dengan
aspirasi suprastruktur, infrastruktur, kepakaran dan aspirasi
internasional; i ) penegakan hukum yang bermuara pada penyelesaian
konflik, perpaduan antara tindakan represif dan tindakan preventif; dan
j) perpaduan antara proses litigasi dan non litigasi (Muladi, 2000 : 6).
2. PEMBERANTASAN KKN
Sudah menjadi tontonan rutin di media elektronik dan menjadi bacaan
wajib di media cetak oleh seluruh anak bangsa yang terjangkau media.
Bahwa para pejabat dan mantan pejabat kita tersandung masalah korupsi
dan atau penyalahgunaan kekuasaan dan keuangan negara. Tetapi anehnya
mereka-mereka yang notabenenya para petinggi negara yang terhormat,
panutan rakyat, harapan dan tumpuan rakyat di negeri ini sedikitpun
tidak merasa malu bahkan kadang-kadang malah sebaliknya. Tidak kalah
hebatnya DPR yang merupakan lembaga tertinggi negara justru menjadi
sarang tikus-tikus rakus yang menggerogoti uang negara dengan berbagai
alasan yang dibuat-buat dan dicari pembenarannya. Rakyat yang merasa
dirinya didholimi akhirnya ikut-ikutan dengan caranya masing-masing
sesuai dengan strata dan jabatannya. Itulah realitas kehidupan di negeri
ini, negeri yang subur makmur gemah ripah loh jinawi, namun masih
tergolong negara miskin, negara dengan setumpuk hutang, tetapi
pejabatnya kaya raya, boros, hura-hura. Negara yang mulai pejabat
sampai rakyatnya sudah terbelit pada sebuah sistem yang korup.
Penyalahgunaan kekuasaan, penyuapan, pungli, korupsi, manipulasi,
kolusi, nepotisme dan sejenisnya yang biasa disebut KKN sudah bukan hal
langkah yang dapat kita jumpai di mana-mana dan kapan saja. Berikut ini
beberapa contoh kejadian-kejadian yang sudah lazim terjadi di masyarakat
bahkan sampai di birokrasi pemerintah :
-Seorang petani sawah jika ingin mendapat gilir air sawahnya lancar
dia harus mau memberi tips kepada Jogoboyo//cuwowo (pamong desa/orang
yang ditunjuk untuk mengatur perairan sawah).
-Seorang pedagang asongan penjual kipas dan minuman ringan di kereta eksekutifdengan dua atau tiga pak rokok Dji Sam Soe untuk petugas teknisi kereta agar bersedia mematikan sementara waktu AC gerbong agar dagangannya laku keras.
-Seorang distributor pupuk bersubsidi menimbun pupuk di gudang ratusan ton untuk memperkaya diri, sementara para petani harus merugi jutaan rupiah karena tidak mendapatkan pupuk untuk sawahnya.
-Seorang kepala sekolah negeri melakukan berbagai macam pungutan kepada siswanya dengan dalih peningkatan kualitas, padahal sudah memperoleh aneka jenis bantuan pemerintah (BOS, BOM, BKSM, dan lain sebagainya), bahkan sampai mencekik leher para orang tua murid yang jika diteliti secara seksama ujung-ujungnya adalah untuk memperkaya diri sendiri dan sangat bertentangan dengan niatan baik pemerintah yang ingin membebaskan sekurang-kurangnya meringankan biaya pendidikan bagi masyarakat (tidak salah kalau masyarakat berkata :”lebih enak ketika jamannya Pak Harto, buku sekolah tidak beli/paket, sekolah negeri tidak bayar, padahal dahulu tidak ada BOS, BKSM, BOM, dll”).
-Di mana-mana gedung sekolah roboh karena kualitas bangunan tidak sesuai dengan standart yang ada karena dari hulu sampai hilir telah terjadi penyunatan-penyunatan.
-Para caleg/cabub/cagub dan calon-calon lain rela mengeluarkan ratusan juta rupiah untuk menyuap calon pemilihnya, bahkan ada yang dengan menggunakan uang palsu.
-Anggota dewan mau mengesahkan Anggaran, peraturan dan sebagainya kalau ada uang gedognya.
-Dan lain sebagainya yang tidak cukup ditulis pada tulisan ini, sejuta cara penghuni negeri ini melakukan KKN dan sudah pasti kita dapat menjumpai di setiap tempat di negeri ini di kantor, di pasar, di jalan raya, di sawah, bahkan di hutan dan di tengah laut sekalipun.
-Seorang pedagang asongan penjual kipas dan minuman ringan di kereta eksekutifdengan dua atau tiga pak rokok Dji Sam Soe untuk petugas teknisi kereta agar bersedia mematikan sementara waktu AC gerbong agar dagangannya laku keras.
-Seorang distributor pupuk bersubsidi menimbun pupuk di gudang ratusan ton untuk memperkaya diri, sementara para petani harus merugi jutaan rupiah karena tidak mendapatkan pupuk untuk sawahnya.
-Seorang kepala sekolah negeri melakukan berbagai macam pungutan kepada siswanya dengan dalih peningkatan kualitas, padahal sudah memperoleh aneka jenis bantuan pemerintah (BOS, BOM, BKSM, dan lain sebagainya), bahkan sampai mencekik leher para orang tua murid yang jika diteliti secara seksama ujung-ujungnya adalah untuk memperkaya diri sendiri dan sangat bertentangan dengan niatan baik pemerintah yang ingin membebaskan sekurang-kurangnya meringankan biaya pendidikan bagi masyarakat (tidak salah kalau masyarakat berkata :”lebih enak ketika jamannya Pak Harto, buku sekolah tidak beli/paket, sekolah negeri tidak bayar, padahal dahulu tidak ada BOS, BKSM, BOM, dll”).
-Di mana-mana gedung sekolah roboh karena kualitas bangunan tidak sesuai dengan standart yang ada karena dari hulu sampai hilir telah terjadi penyunatan-penyunatan.
-Para caleg/cabub/cagub dan calon-calon lain rela mengeluarkan ratusan juta rupiah untuk menyuap calon pemilihnya, bahkan ada yang dengan menggunakan uang palsu.
-Anggota dewan mau mengesahkan Anggaran, peraturan dan sebagainya kalau ada uang gedognya.
-Dan lain sebagainya yang tidak cukup ditulis pada tulisan ini, sejuta cara penghuni negeri ini melakukan KKN dan sudah pasti kita dapat menjumpai di setiap tempat di negeri ini di kantor, di pasar, di jalan raya, di sawah, bahkan di hutan dan di tengah laut sekalipun.
Sebagai bagian dari masyarakat negeri ini yang amat sangat
mungkin juga termasuk salah satu pelaku didalamnya, merasa prihatin dan
terpanggil untuk memberikan sumbangan saran dan pemikiran kepada
pemerintah dan siapa saja yang berkenan untuk bersama-sama meminimalisir
terjadinya KKN di negeri ini, agar negeri kita tercinta ini menjadi
negeri yang baldatun toyyibatun warobbun ghofuurun seperti yang
dicita-citakan para pendiri republik ini.
Gambaran diatas memang paradoks dengan kondisi penduduk negeri ini yang terkenal agamis bahkan merupakan Negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, semua pejabat, calon pejabat, rakyat menggembar-gemborkan pemberantasan KKN yang katanya warisan dari orde baru namun kenyataan mungkin sekarang lebih parah dari yang terjadi pada masa orde baru ( contoh kecil , di masa orde baru tidak ada sekolah negeri yang membayar bahkan buku pelajaran pun dipinjami/tidak beli ). Sebuah pekerjaan besar yang harus kita selesaikan bersama dengan pemerintah terutama presidennya yang punya kemauan keras untuk memberantas KKN di negeri ini.
Gambaran diatas memang paradoks dengan kondisi penduduk negeri ini yang terkenal agamis bahkan merupakan Negara berpenduduk muslim terbesar di dunia, semua pejabat, calon pejabat, rakyat menggembar-gemborkan pemberantasan KKN yang katanya warisan dari orde baru namun kenyataan mungkin sekarang lebih parah dari yang terjadi pada masa orde baru ( contoh kecil , di masa orde baru tidak ada sekolah negeri yang membayar bahkan buku pelajaran pun dipinjami/tidak beli ). Sebuah pekerjaan besar yang harus kita selesaikan bersama dengan pemerintah terutama presidennya yang punya kemauan keras untuk memberantas KKN di negeri ini.
Ada beberapa hal menurut penulis yang menjadi penyebab kenapa pemberantasan KKN sulit untuk dilaksanakan, diantaranya :
a.Hukum dan para penegak hukumnya di negeri ini masih dapat dibeli.
b.Hukum Negara dimana saja pasti memiliki kelemahan dan kekurangan ( contoh orang mencuri, baru dikatakan pencuri kalau ketahuan dan ada saksinya, seseorang akan aman dari tuduhan korupsi kalau dapat menunjukkan bukti-bukti pembelanjaan walaupun itu direkayasa ).
c.Banyaknya pelaku pelanggaran yang jika semua harus ditindak pasti penjara tidak akan muat dan bisa dikatakan pasti kantor-kantor pemerintah akan sepi ditinggal penghuni masuk bui, sekolah-sekolah akan tanpa kendali karena kepala sekolah masih diadili, sehingga dengan dalih penanganan diprioritaskan pada kasus yang besar dahulu padahal itu tidak lain karena penanganan KKN yang masih setengah hati.
d.segi finansial maupun terjadinya perubahan kearah positif.
e.Perlakuan hukuman yang tidak setimpal dengan pelanggaran yang dilakukan sehingga tidak dapat menimbulkan efek jera, baik bagi si pelaku atau orang yang akan melakukan.
f.Semakin lemahnya hukum adat yang berlaku di masyarakat, kalau dahulu orang tidak banyak yang memahami hukum tetapi hukum adat dan norma yang berlaku di masyarakat itu sendiri dapat dijadikan pijakan hukum mereka bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (contoh ada cerita yang berkembang di masyarakat pelaku rentenir yang ketika meninggal dunia makamnya tidak muat dan lain sebagainya padahal itu tidak kejadian sebenarnya melainkan betapa jeleknya di mata masyarakat seseorang yang melanggar hukum).
g.Pejabat pemerintah baik eksekutif maupun legislatif tidak memberikan contoh yang baik terhadap pelaksanaan hukum, mereka sendiri yang membuat mereka pula yang melanggarnya.
h.Hilangnya rasa kasih sayang, rasa senasib seperjuangan, sebangsa dan setanah air yang dikarenakan rendahnya rasa nasionalisme. Kalau dahulu orang berpikir apa yang dapat kusumbangkan buat negeri ini, sekarang orang banyak yang berpikir apa yang aku dapatkan dari negeri ini, bahkan yang lebih parah lagi orang-orang sekarang merasa paling berjasa paling memikirkan negeri ini padahal mereka tidak segan-segannya merusak negeri yang direbut dari tangan penjajah dengan cucuran keringat, air mata dan darah dengan mengorbankan harta benda dan nyawa.
i.Rakus, gila dunia dan lupa akhirat, sehingga menghalalkan segala cara hal ini disebabkan rendahnya kadar keimanan seseorang. Tidak sedikit dari mereka mempunyai semboyan ”Wal Kedual , mbuh Watu mbuh Ungkal, mbuh Keloso mbuh Bantal, mbuh Sepatu mbuh Sandal, mbuh Celono mbuh Suwal, mbuh Ulo mbuh Kadal, mbuh Beton mbuh Aspal, mbuh Perahu mbuh Kapal, mbuh Nuklir mbuh Rudal, mbuh Haram mbuh halal, pokok kontal yo diuntal”. Jika kita mau jujur rakus dan gila dunia inilah yang merupakan sumber terjadinya segala macam penyimpangan dan pelanggaran yang pada akhirnya menjadi sumber malapetaka di muka bumi ini.
j.Hukum halal dan haram semakin dibikin rancau dan tidak jelas. Sudah jelas-jelas menyuap dibilangnya hadiah; sudah jelas-jelas korupsi dikatakan laba proyek; jelas-jelas tidak tahu dari mana asalnya uang, ulama’ pun mau menerimanya.
k.Urusan pemberantasan KKN masih hanya dibebankan pada Negara, kesadaran masyarakat untuk ikut serta dalam upaya menghilangkan KKN setidaknya mengurangi belum nampak kelihatan bahkan kecenderungan menyepakati.
a.Hukum dan para penegak hukumnya di negeri ini masih dapat dibeli.
b.Hukum Negara dimana saja pasti memiliki kelemahan dan kekurangan ( contoh orang mencuri, baru dikatakan pencuri kalau ketahuan dan ada saksinya, seseorang akan aman dari tuduhan korupsi kalau dapat menunjukkan bukti-bukti pembelanjaan walaupun itu direkayasa ).
c.Banyaknya pelaku pelanggaran yang jika semua harus ditindak pasti penjara tidak akan muat dan bisa dikatakan pasti kantor-kantor pemerintah akan sepi ditinggal penghuni masuk bui, sekolah-sekolah akan tanpa kendali karena kepala sekolah masih diadili, sehingga dengan dalih penanganan diprioritaskan pada kasus yang besar dahulu padahal itu tidak lain karena penanganan KKN yang masih setengah hati.
d.segi finansial maupun terjadinya perubahan kearah positif.
e.Perlakuan hukuman yang tidak setimpal dengan pelanggaran yang dilakukan sehingga tidak dapat menimbulkan efek jera, baik bagi si pelaku atau orang yang akan melakukan.
f.Semakin lemahnya hukum adat yang berlaku di masyarakat, kalau dahulu orang tidak banyak yang memahami hukum tetapi hukum adat dan norma yang berlaku di masyarakat itu sendiri dapat dijadikan pijakan hukum mereka bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (contoh ada cerita yang berkembang di masyarakat pelaku rentenir yang ketika meninggal dunia makamnya tidak muat dan lain sebagainya padahal itu tidak kejadian sebenarnya melainkan betapa jeleknya di mata masyarakat seseorang yang melanggar hukum).
g.Pejabat pemerintah baik eksekutif maupun legislatif tidak memberikan contoh yang baik terhadap pelaksanaan hukum, mereka sendiri yang membuat mereka pula yang melanggarnya.
h.Hilangnya rasa kasih sayang, rasa senasib seperjuangan, sebangsa dan setanah air yang dikarenakan rendahnya rasa nasionalisme. Kalau dahulu orang berpikir apa yang dapat kusumbangkan buat negeri ini, sekarang orang banyak yang berpikir apa yang aku dapatkan dari negeri ini, bahkan yang lebih parah lagi orang-orang sekarang merasa paling berjasa paling memikirkan negeri ini padahal mereka tidak segan-segannya merusak negeri yang direbut dari tangan penjajah dengan cucuran keringat, air mata dan darah dengan mengorbankan harta benda dan nyawa.
i.Rakus, gila dunia dan lupa akhirat, sehingga menghalalkan segala cara hal ini disebabkan rendahnya kadar keimanan seseorang. Tidak sedikit dari mereka mempunyai semboyan ”Wal Kedual , mbuh Watu mbuh Ungkal, mbuh Keloso mbuh Bantal, mbuh Sepatu mbuh Sandal, mbuh Celono mbuh Suwal, mbuh Ulo mbuh Kadal, mbuh Beton mbuh Aspal, mbuh Perahu mbuh Kapal, mbuh Nuklir mbuh Rudal, mbuh Haram mbuh halal, pokok kontal yo diuntal”. Jika kita mau jujur rakus dan gila dunia inilah yang merupakan sumber terjadinya segala macam penyimpangan dan pelanggaran yang pada akhirnya menjadi sumber malapetaka di muka bumi ini.
j.Hukum halal dan haram semakin dibikin rancau dan tidak jelas. Sudah jelas-jelas menyuap dibilangnya hadiah; sudah jelas-jelas korupsi dikatakan laba proyek; jelas-jelas tidak tahu dari mana asalnya uang, ulama’ pun mau menerimanya.
k.Urusan pemberantasan KKN masih hanya dibebankan pada Negara, kesadaran masyarakat untuk ikut serta dalam upaya menghilangkan KKN setidaknya mengurangi belum nampak kelihatan bahkan kecenderungan menyepakati.
Ada beberapa alternatif yang mungkin dapat diambil sebagai solusi
disamping cara-cara yang sudah dilakukan pemerintah selama ini agar
negeri ini terbebas atau sekurang-kurangnya mengurangi terjadinya
pelanggaran KKN, adapun cara yang dapat ditempuh diataranya :
a. Melalui Pendekatan Kekuasaan.
b.Mencanangkan dan membuat tahun gerakan sadar nasional atau tobat nasional dari KKN atau sejenisnya yang melibatkan seluruh komponen bangsa.
c.Membuat gerakan taubat nasional, hal ini dilandasi oleh :
-Sadar atau tidak, sedikit atau banyak kita seluruh bangsa ini pernah melakukan KKN baik langsung maupun tidak langsung/menikmati hasil KKN yang dilakukan oleh orang lain.
-Sadar atau tidak, kita seluruh bangsa ini pernah tidak suka/membenci pada orang-orang yang telah berbuat KKN sehingga seperti Hadits Rasulullah yang artinya lebih kurang : “Tidak akan mati seseorang sebelum mengikuti perilaku orang-orang yang dibenci”.
-Jika kondisi KKN di negeri ini yang sulit di beratas merupakan Adzab Allah, maka salah satu jalan adalah bertaubat kepada-Nya.
a. Melalui Pendekatan Kekuasaan.
b.Mencanangkan dan membuat tahun gerakan sadar nasional atau tobat nasional dari KKN atau sejenisnya yang melibatkan seluruh komponen bangsa.
c.Membuat gerakan taubat nasional, hal ini dilandasi oleh :
-Sadar atau tidak, sedikit atau banyak kita seluruh bangsa ini pernah melakukan KKN baik langsung maupun tidak langsung/menikmati hasil KKN yang dilakukan oleh orang lain.
-Sadar atau tidak, kita seluruh bangsa ini pernah tidak suka/membenci pada orang-orang yang telah berbuat KKN sehingga seperti Hadits Rasulullah yang artinya lebih kurang : “Tidak akan mati seseorang sebelum mengikuti perilaku orang-orang yang dibenci”.
-Jika kondisi KKN di negeri ini yang sulit di beratas merupakan Adzab Allah, maka salah satu jalan adalah bertaubat kepada-Nya.
3. MENGADILI SOEHARTO DAN KRONINYA
Pengusutan anak dan kroni Suharto
4.AMANDEMAN KONSTITUSI
Tujuan amandemen UUD 1945 menurut Husnie, adalah pertama, untuk
menyempurnakan aturan dasar mengenai tatanan negara agar dapat lebih
mantap dalam mencapai tujuan nasional serta menyempurnakan aturan dasar
mengenai jaminan dan pelaksanaan kekuatan rakyat, kedua, memperluas
partisipasi rakyat agar sesuai dengan perkembangan paham demokrasi,
ketiga menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan dan perlindungan hak
agar sesuai dengan perkembangan HAM dan peradaban umat manusia yang
menjadi syarat negara hukum, keempat menyempurnakan aturan dasar
penyelenggaraan negara secara demokratis dan modern melalui pembagian
kekuasan secara tegas sistem check and balances yang lebih ketat dan
transparan dan pembentukan lembaga-lembaga negara yang baru untuk
mengakomodasi perkembangan kebutuhan bangsa dan tantangan jaman, kelima
menyempurnakan aturan dasar mengenai jaminan konstitusional dan
kewajiban negara memwujudkan kesejahteraan sosial mencerdaskan kehidupan
bangsa, menegakkan etika dan moral serta solidaritas dalam kehidupan
bermasyarakat berbangsa dan bernegara sesuai dengan harkat dan martabat
kemanusiaan dalam perjuangan mewujudkan negara kesejahteraan, keenam,
melengkapi aturan dasar dalam penyelenggaraan negara yang sangat penting
bagi eksistensi negara dan perjuangan negara mewujudkan demokrasi, dan
ketujuh, menyempurnakan aturan dasar mengenai kehidupan bernegara dan
berbangsa sesuai dengan perkembangan aspirasi kebutuhan dan kepentingan
bangsa dan negara Indonesia ini sekaligus mengakomodasi kecenderungannya
untuk kurun waktu yang akan datang. MPR melalui alat kelengkapannya
yaitu Badan Pekerja Majelis menurut Husnie, telah berhasil melakukan
empat kali perubahan terhadap Undang-Undang Dasar 1945. Perubahan
pertama diputuskan pada sidang Umum MPR 1999 yang terdiri dari sembilan
pasal yaitu pasal 5, 7, 9,13, 14, 17, 20 dan 21 yang mengatur tentang
kekuasaan pemerintahan negara dan pembatasan masa jabatan presiden serta
pemberdayaan lembaga legeslatif yaitu DPR.
Tiga hal yang melandasi perubahan UUD 45 menurut Akbar adalah
pertama, para founding fathers menyadari bahwa UUD 45 merupakan
konstitusi kilat. “Bung Karno dan Bung Hatta menyadari suatu hari
generasi penerus akan menyempurnakan UUD 45,” kata Akbar.
Kedua, pada prakteknya UUD 45 dijadikan alat penguasa untuk
melanggengkan pemerintahan yang pada akhirnya cenderung sentralistik.
“Pemerintah menggunakan untuk memperkuat kekuasaan kalau tidak mau
dibilang otoritarian,” lanjutnya.
Ketiga, tuntutan yang kuat dari rakyat kebanyakan yang pada akhirnya sepakat untuk melakukan amandemen konstitusi.
Meski telah empat kali diamandemen, Akbar menegaskan bahwa yang
berubah hanyalah batang tubuh UUD 45, bukan Pembukaan UUD 45. “Pembukaan
tidak boleh diubah karena disana termaktub pernyataan bentuk, ideologi
dan tujuan berbangsa bernegara,” tegasnya. Menurut Akbar, Pembukaan UUD
45 adalah fundamental karena memuat prinsip dasar negara yang telah
disepakati bersama.
1.Hak mengeluarkan pendapat
2.Hak Angket : hak untuk menyelidiki kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah
3.Hak Interpelasi : hak untuk meminta penjelasan pemerintah terkait dengan kebijakan yang dikeluarkan
Selain ketiga hak di atas, anggota dewan juga memiliki beberapa hak
seperti hak budget, hak imunitas, hak protokoler, hak legacy, dan
hak-hak lainnya.
Untuk melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana yang dimaksud ayat (2). DPR mempunyai hak:
a.meminta keterangan kepada Presiden;
b.mengadakan penyelidikan;
c.mengadakan perubahan alas rancangan undang‑undang;
d.mengajukan pernyataan pendapat;
e.mengajukan rancangan undang‑undang:
f.mengajukan/menganjurkan seseorang untuk jabatan tertentu jika ditentukan oleh suatu peraturan perundang‑undangan;
g.menentukan anggaran DPR.
Selain hak-hak DPR sebagaimana yang dimaksud ayat (3), yang pada
hakekatnyamerupakan hak-hak anggota, Anggota DPR juga mempunyai hak:
a.mengajukan pertanyaan;
b.protokoler;
c.keuangan/administrasi.
Hak Inisiatif adalah hak untuk mengajukan usul Rancangan
Undang-Undang atau Peraturan daerah (Raperda), merupakan salah satu hak
yang dimiliki oleh anggota DPR/D untuk melaksanakan fungsinya di bidang
legislasi.
Hak amandemen, hampir sama dengan hak inisiatif, adalah hak untuk
mengajukan Perubahan Undang-Undang atau Peraturan daerah (Raperda).
Hak menyatakan pendapat adalah hak DPR sebagai lembaga untuk
menyatakan pendapat terhadap kebijakan pemerintah atau mengenai kejadian
luar biasa yang terjadi di tanah air atau situasi dunia internasional
disertai dengan rekomendasi penyelesaiannya atau sebagai tindak lanjut
pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket atau terhadap dugaan bahwa
Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran hukum berupa
pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat
lainnya atau perbuatan tercela maupun tidak lagi memenuhi syarat sebagai
Presiden dan/atau Wakil Presiden.
5.PENCABUTAN DWIFUNGSI TNI/POLRI
Ia adalah perwujudan dari sebuah sistem penghisapan, dominasi,
hegemoni, dan represi dari militer terhadap rakyat Indonesia. Dwifungsi
TNI/Polri sebenarnya membuat sebuah negara di dalam negara, dengan
mendirikan struktur Kodam-Korem-Kodim-Koramil-Babinsa. Struktur ini
membuat militer dapat mengontrol kegiatan politik rakyat. Sebagai
contoh, aksi buruh dipastikan akan diintimidasi dengan aparat kodim
terdekat. Aksi petani pastilah akan diteror oleh koramil dan babinsa di
wilayah tersebut. Begitu juga dengan kaum miskin kota serta
elemen-elemen rakyat lainnya.
Bahkan dalam UU Darurat/UU PKB terlihat jelas sebenarnya peranan dari
struktur ini. Struktur ini akan menjalankan fungsi-fungsi negara selama
keadaan darurat mulai dari fungsi hukum sampai fungsi administrasi
masyarakat. Dan dalam kenyataannya sehari-hari, tanpa harus menyatakan
keadaan darurat, militer sudah mengatur segala fungsi-fungsi negara.
Struktur birokrasi pemerintahan sampai struktur organisasi masyarakat
RT/RW sudah disusupi oleh perwira-perwira militer. Mulai dari Mendagri,
Jaksa Agung, Gubernur, Bupati, Lurah, Camat, sampai ketua RT/RW bahkan
juga direktur-direktur BUMN. Bahkan masuknya militer ke kekuasaan
legislatif (DPRD/DPR/MPR) sebenarnya tidak terlepas dari pola mereka
masuk ke struktur birokrasi tadi. Untuk mengontrol rakyat Indonesia.
Kontrol inilah yang kemudian menghambat proses demokratisasi. Rakyat
menjadi hidup didalam satu nuansa represi dan intimidasi.
Dimensi pertama dari pencabutan Dwi Fungsi TNI/Polri adalah
pembubaran struktur Kodam-Korem-Kodim-Koramil-Babinsa. Dimensi ini
bertujuan untuk membebaskan rakyat dari satu represi dan intimidasi yang
kemudian akan memacu partisipasi dan kesadaran demokratik rakyat.
Argumentasi yang diberikan oleh militer bahwa strukturt ini dibutuhkan
untuk menjaga keamanan teritori jelas lemah karena secara riil
pembentukkan struktur ini justru untuk menyempurnakan alat-alat
kekuasaan mereka. Apa yang harus dilakukan untuk mengamankan teritori
negara adalah pembentukan milisi-milisi bela negara yang berbasis pada
pengorganisasian perlawanan massa-rakyat. Apabila TNI tetap bersikukuh
pada pendiriannya dengan tetap mempertahankan Dwi Fungsi TNI, maka
keniscayaan pendelegitimasian TNI adalah hukum sejarah. Akan tetapi,
bila TNI menyerahkan fungsi dan peran sosial politiknya kepada sipil
sepenuh-penuhnya, dan berfungsi sebagai alat pertahanan semata, maka
pembentukan milisi bela negara adalah jalan yang terbaik
Dimensi Kedua, Pembersihan lembaga-lembaga ekstrayudisial seperti
BIA, BAKIN atau BAIS dsb. Lembaga yang berada di luar jangkauan
kekuasaan kehakiman dan peradilan. Lembaga tersebut memiliki wewenang
yang sangat luar biasa. Ia dapat menangkap seseorang tanpa ada kejelasan
hukum. Bahkan tindakan-tindakan lembaga tersebut sering kali berbau
kriminal seperti penculikan dan pembunuhan, tanpa ada pertanggungjawaban
yang jelas. Lembaga ini berfungsi melakukan teror dan penginterogasian
terhadap orang-orang yang memperjuangkan demokrasi dan hak-hak rakyat.
Oleh karenanya, pembubaran lembaga-lembaga ekstrajudisial menjadi
dimensi kedua dari pencabutan Dwi Fungsi TNI/Polri. Hal ini penting
untuk mengembalikan prinsip trias politika yang tegas dan penegakkan
hukum yang konsisten.
Dimensi Ketiga adalah pembersihan militer dari politik. Harus
dipahami bahawa TNI/Polri adalah fungsi keamanan (TNI) dan ketertiban
(polisi) sehingga ia tidak perlu untuk masuk dalam percaturan politik.
Pentingnya Militer dibersihkan dari lapangan politik adalah untuk tetap
menjaga netralitas militer agar tidak kemudian berpihak pada kekuatan
politik lain selain kekuatan politik rakyat. Posisi militer yang menjadi
tiang penyangga pada masa Rejim Orde Baru yang berlumuran darah
tampaknya cukup menjadi contoh tentang pentingnya militer keluar dari
gelanggang politik.
Dimensi Keeempat adalah penghentian dan penyitaan aset-aset ekonomi
militer. Seperti dijelaskan diatas, penguasaan militer atas aset-aset
ekonomi (dalam bahasa kasarnya :militer berbisnis) akhirnya mendorong
miter untuk masuk dalam kekuasaan karena penguasaan ekonomi tidak bisa
dilepaskan dari kekuasaan. Penyitaan aset-aset ekonomi ini kemudian
diserahkan pada negara untuk dikelola. Penyitaan dan penghentian praktek
bisnis militer ini tentunya harus dengan prasyarat bahwa ada jaminan
kesejahteraan minimum bagi para prajurit (yang kemudian menahan
keinginan militer untuk berbisnis) dan anggaran militer yang cukup oleh
negara.
Dimensi terakhir adalah Penegakan hukum dan HAM bagi para perwira
militer pelanggarnya. Seperti diungkapkan dimuka bahwa demokrasi
memiliki aturan-aturan prinsipil dalam pembangunannya yang salah satunya
adalah penegakkan Hak Asasi Manusia, maka penegakkan hukum merupakan
unsur penting bagi pembangunan demokrasi. Tidak dapat disangkal lagi
bahwa militer Indonesia memiliki peran yang cukup besar atas penindasan
yang diterima oleh rakyat Indonesia selama puluhan tahun.
Pertanggungjawaban secara hukum, politik dan sejarah adalah satu-satunya
jalan bagi militer untuk dapat diterima kembali di masyarakat.
Prinsip dari pencabutan Dwi fungsi TNI/Polri adalah menempatkan
posisi militer sebagai militer yang profesional dan sekaligus sebagai
militer rakyat yang artinya militer yang patuh pada prinsip-prinsip
demokarsi kerakyatan.
6. PEMBERIAN OTONOMI DAERAH SELUAS-LUASNYA
Tujuan utama dikeluarkannya kebijakan otonomi daerah antara lain
adalah membebaskan pemerintah pusat dari beban-beban yang tidak perlu
dalam menangani urusan daerah. Dengan demikian pusat berkesempatan
mempelajari, memahami, merespon berbagai kecenderungan global dan
mengambil manfaat daripadanya. Pada saat yang sama pemerintah pusat
diharapkan lebih mampu berkonsentrasi pada perumusan kebijakan makro
(luas atau yang bersifat umum dan mendasar) nasional yang bersifat
strategis. Di lain pihak, dengan desentralisasi daerah akan mengalami
proses pemberdayaan yang optimal. Kemampuan prakarsa dan kreativitas
pemerintah daerah akan terpacu, sehingga kemampuannya dalam mengatasi
berbagai masalah yang terjadi di daerah akan semakin kuat.
Adapun tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah sebagai berikut:
1.Peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik.
2.Pengembangan kehidupan demokrasi.
3.Keadilan.
4.Pemerataan.
5.Pemeliharaan hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antar daerah dalam rangka keutuhan NKRI.
6.Mendorong untuk memberdayakan masyarakat.
7.Menumbuhkan prakarsa dan kreativitas, meningkatkan peran serta
masyarakat, mengembangkan peran dan fungsi Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar